Kembar
Mr Karmi & Mr Kirmi..The Twin |
Anak kembar memang unik. Dimanapun tempatnya, keberadaan mereka pasti
langsung mencuri perhatian. Kalau yang kembar masih anak-anak, biasanya kompak
pakai baju kembaran, imut dan menggemaskan. Kalau sudah besar pun masih
terkadang masih jadi “tontonan” orang. Minimal akan ada yang bisik-bisik berkomentar “Eh liat deh, mereka kembar lho!”
Lingkungan kehidupanku cukup dekat dengan anak kembar.
Pertama, ibuku adalah anak kembar, laki-laki dan perempuan. Pada masa
kelahiran mereka di awal tahun 50-an, kehadiran anak kembar masih sangat jarang
dan langka. Apalagi kembarnya beda jenis kelamin. Tidak terlalu banyak cerita
yang aku dapatkan dari ibu tentang saudara kembarnya. Itu karena
menurut keyakinan Mbah Kakung
waktu itu anak kembar beda jenis kelamin harus dipisahkan ketika beranjak remaja,
karena takut akan tumbuh benih asmara di antara keduanya. Kalau versi Mbah
putri, faktor kerepotan mengurus anak kembar, plus anak-anak yang sudah lahir
sebelumnya –total anak 12 orang-, memaksa Mbah putri merelakan anaknya ikut
saudara jauh merantau ke Kalimantan. Kontak terakhir Ibu dengan Pakdhe Warto, saudara kembarnya, terjadi pada
tahun 1978. Surat yang Ibu kirim ke Kalimantan balik kembali dengan alasan penerima
sudah pindah alamat. Sejak itulah, Pakdhe Warto seperti hilang ditelan bumi.
Kabar burung menyebutkan Pakdhe Warto sudah menikah dengan gadis dayak, dan
hidup berkeluarga di sana.
Kedua, suamiku kembar. Sejak kuliah, dua laki-laki ini sudah menarik
perhatian. Selain memang dianugrahi tambang dan badan yang gagah dan putih
bersih, kedua anak ini cukup aktif di kegiatan kemahasiswaan. Nilai
lebihnya anak kembar adalah teman yang
lebih banyak, karena prinsipnya “teman kembaran adalah temanku juga”. Jadi, meskipun suamiku, dan kembarannya mengambil kuliah di Fakultas yang berbeda,
namun serasa mereka mempunyai teman di dua fakultas tersebut. Apalagi, sangat
sering teman-teman mereka kecele mengenali keduanya karena sangat mirip. Tidak
jarang meraka sibuk disapa sana sini oleh orang yang tidak dikenal, yang pasti
karena salah mengenali keduanya haha.
Tapi bila ditanya, aku sebagai kekasihnya waktu dulu, pernahkah tertukar
mengenali mereka? Jawabannya tentu tidak. Meskipun kembar, sebenarnya pembawaan
dan kepribadian mereka sangat berbeda. Suami lebih tenang, kalem, dan tidak
banyak omong sementara kembarannya lebih terbuka, populer, dan lebih ekspresif.
Perbedaan kepribadian itu kemudian tercermin dari pilihan gaya berpakaian,
aksesoris, maupun gaya rambut.
Aku dan suami menikah lebih dulu di tahun 2008. Sedangkan kembaran suami
mengabari rencana pernikahannya di akhir tahun 2009. Kami belum mengenal calon
istrinya sebelumnya, karena proses persiapan menuju pernikahan yang terbilang singkat. Mereka adalah teman
kerja di perusahaan pengolahan kertas di pedalaman Propinsi Riau sehingga agak
sulit menyusun jadwal bertemu. Pada suatu siang, kembaran suami meminta tolong
mengurus transaksi keuangan untuk calon istrinya. Kebetulan calon istrinya
membuka rekening di bank tempatku bekerja. Kejutan datang begitu aku membuka
data pribadi calon istrinya itu. Ternyata hari lahir calon istrinya sama persis
dengan hari lahirku. Oalah, begini rupanya anak kembar. Bahkan urusan jodohpun
sehati mencari istri yang “kembar” meskipun beda bapak dan beda ibu hehe. Suami-suami dan istri-istri masing-masing lahir
di tanggal dan tahun yang sama. How lucky!
Merasa memiliki darah kembar, aku dan suami pernah berharap bisa
memiliki anak kembar juga. Sepertinya lucu. Namun, setelah kami memiliki Nasywa
putri kecil kami, kami menjadi menyadari betapa repotnya mengurus walaupun
hanya satu anak. Belum lagi urusan mencari pengasuh anak yang baik dan sesuai
standar. Serasa mencari jarum di tumpukan jerami. Apalagi memikirkan biaya
pendidikannya kelak, tiap masuk sekolah harus membayar semua biaya dikali dua.
Tentu butuh persiapan ekstra. Kami juga
menjadi semakin realistis setelah kehamilan anak kedua dan ketigaku juga kurang
lancar, sehingga harus gugur sebelum waktunya karena faktor penyakit yang aku
derita.
Walhasil, kami sekarang menikmati hari-hari mencurahkan seluruh perhatian untuk Nasywa
yang kini sudah menginjak usia empat tahun. Meskipun harapan memiliki anak
kembar sudah luntur seiring waktu dan pandangan hidup realistis, namun urusan
kembar ini masih saja setia mengikuti kami. Sore itu, sepulang dari bepergian
di akhir pekan, Nasywa asyik berceloteh mengomentari mobil-mobil di sebelah
kanan kiri mobil MPV warna biru kami. Tiba-tiba dia menyeletuk dengan keras. “
Ma, liat mobil itu dan mobil kita, kembarrr”. Kami semua terkejut dan luar
biasa bahagia, karena Nasywa berhasil mengucapkan kata kembar, dengan huruf “r”
yang jelas, tanpa cadel. Sejak saat itu,
Nasywa lancar bisa mengucapkan huruf r dengan jelas, untuk kata apapun selain
kata kembar.
Berkah kembar memang selalu mengikuti keluarga kami..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar